Laporan lengkap Limnologi
22.27
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam keberlangsungan kehidupan makhluk hidup, Oksigen
sangat di perlukan untuk bernapas maupun di perlukan untuk proses biologi,
kimia dan fisika. Di dalam suatu suatu perairan oksigen di perlukan oleh
organisme yang mempunyai ukuran tubuh
yang besar maupun yang kecil dimana penggunaan oksigen tergantung pada kondisi
tubuhnya dan aktivitasnya. Oksigen mempunyai peranan penting dalam kehidupan
seluruh makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Makhluk darat menghirup
oksigen yang terdapat pada udara bebas, Sedangkan makhluk yang hidup di dalam
air menghirup oksigen yang terlarut di dalam air (terikat). Kebutuhan oksigen
pada biota air mempunyai dua aspek kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu
dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada kebutuhan metabolisme (Asmawi,
1986).
Kadar oksigen dalam air laut yang normal
biasanya antara 4-6 ppm. Sedangkan kadar oksigen di udara bebas yaitu 20 %
(200.000 ppm). Kadar O2 dalam air dapat lebih tinggi atau lebih
rendah tergantung dari organisme yang ada di dalam air tersebut. Makin banyak
organisme (ikan, plankton, tanaman air) di dalam air makin banyak pula
pemakaian O2 untuk pernapasan berarti makin sedikit kandungan O2
dalam air. Apabila organisme tersebut berupa fitoplankton atau tanaman
air maka pada siang hari makin banyak kandungan O2 dalam air, karena
fitoplankton dan tanaman air tersebut menghasilkan O2 sebagai sisa
proses fotosintesa (Bayard, 1983).
1.2 Tujuan dan
Kegunaan
Tujuan dari pratikum ini adalah untuk
mengetahui kadar oksigen terlarut (O2)
yang terdapat dalam suatu perairan. Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah
agar mahasiswa dapat mengukur dan mengetahui kadar oksigen (O2)
terlarut yang baik untuk budidaya dan cara penanggulangannya apabila kekurangan
maupun kelebihan dalam suatu perairan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat
fisika air
2.1.1 Kecerahan
Kecerahan air merupakan ukuran
transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari didalam air dapat
dilakukan dengan menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai
kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah
cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada
intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam permukaan air dan daya perambatan
cahaya didalam air.
Masuknya cahaya
matahari kedalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan
kekeruhan air menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
didalam perairan. Definisi yang sangat mudah adalah kekeruhan merupakan
banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini menyebabkan
hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga kekeruhan menyebabkan
terhalangnya cahaya yang menembus air.
2.1.2 Suhu
Suhu air menjadi faktor
pembatas utama yang menentukan pertumbuhan dan kehidupan ikan. Suhu yang tinggi
akan meningkatkan jumlah konsumsi oksigen sehingga dapat menyebabkan kematian .
Suhu berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas di
dalam air dan kehidupan organisme di dalamnya. semakin tinggi suhu di perairan
maka semakin tinggi pula metabolisme ikan sehingga dalam proses tersebut maka
ikan membutuhkan banyak energi untuk kelangsungan kehidupannya. energi dapat
diperoleh dari pakan yang akan digunakan untuk bergerak mencari pakan,
bereproduksi dll.
2.2 Sifat kimia air
2.2.1
Oksigen terlarut
2.2.1.1
Sumber – sumber Oksigen dalam Air
Oksigen merupakan salah satu gas yangterlarut dalam air,
di perairan kadar oksigen yang larut sangat bervariasi ini di sebabkan dari
faktor suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Apabila suhu dan
ketinggian (altitude) besar dan tekanan atmosfer kecil maka oksigen terlarut semakin
kecil kadarnya ( Jerffries dan Mills,1996 dalam Effendi, 2003). Kadar oksigen
terlarut di pengaruhi juga dengan kegiatan fotosintesis, dekomposisi bahan
organik dan oksidasi bahan anorganik. Tanaman air yang memerlukan CO2
dalam proses fotosintesis yang kemudian akan menghasilkan oksigen namun dalam
kegiatan dekomposisi dan oksidasi kadar oksigen yang terlarut dapat
berkurang (Effendi, 2003).
2.2.1.2 Kadar
Oksigen yang Baik dan Kurang Baik bagi Organisme
Kebutuhan oksigan untuk tiap jenis biota
air berbeda-beda, tergantung dari jenisnya dan kemampuan untuk mentolelir naik
turunnya oksigen. Pada umumnya semua biota yang dibudidayakan tidak mampu
mentolelir perubahan oksigen yang mendadak. Kadar oksigen terlarut pada
perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter. Oksigen terlarut dalam air 5-6
ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembangbiak ikan, plankton, dan
tanaman air (Gufran, 2004).
2.2.1.3 Dampak
Kekurangan dan Kelebihan O2 di perairan
Rendahnya
O2 dalam air menyebabkan ikan atau hewan air memompa sejumlah besar
CO2 menuju ke alat respirasinya untuk mengambil O2 yangterkandung
dalam air. O2 yang rendah dapat mencegah ikan untuk menggunakan alat
pernapasan dibagian permukaan karena dapat merubah osmuregulasi yang telah
tersusun (Fujaya, 2004).
Besarnya kandungan oksigen yang perlu dipertahankan untuk menjamin
kehidupan ikan yang baik adalah tidak kurang dari 3 ppm. Jika kandungan oksigen
turun menjadi kurang dari 2 ppm, beberapa jenis biota yang hidup di perairan akan
mengalami kematian (Susanto, 1987).
2.2.1.4
Hubungan Oksigen dengan Suhu, pH, Kesadahan, CO2 dan Alkalinitas
Suhu sangat berpengaruh terhadap kadar oksigen, apabila
suhu pada perairan meningkat maka oksigen dalam air akan berkurang karena
dengan meningkatnya suhu, maka organisme banyak membutuhkan oksigen dalam
menyesuaikan perubahan dalam air ( Lesmana, 2001).
Pada pH kurang dari 4, sebagian besar
tumbuhan air tidak dapat mentoleril keadaan air seperti pH lebih dari 5,
keanekaragaman plankton dan produktivitas dalam air baik tanaman air yang hidup
akan melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen dimana dalam proses
biologi tersebut memerlukan CO2 sehingga kadarnya dalam perairan akan
berkurang sedangkan pada pH yang netral dan alkalinitas proses dekomposisi
berjalan lebih cepat yang membutuhkan oksigen sehingga kadarnya dalam perairan
akan berkurang (Effendi, 2003).
2.2.1.5
Pada Saat Bagaimana O2 Tinggi dan Rendah dan
Perairan
Perairan dengan populasi fitoplankton yang tinggi akan
memilki fluktuasi konentrasi oksigen terlarut yang tajam, karena pada siang
hari melalui fotosintesa di produksi oksigen, sedangkan pada malam hari
fotosintesa berhenti dan proses respirasi oleh fitoplankton akan menggunakan
oksigen dalam jumlah besar ( Boyd dalam Irianto, 2004).
Kandungan oksigen dalam air akan sangat
menurun akibat peningkatan suhu,padat tebaran ikan terlalu tinggi,kelebihan
pakan, dan kandungan bahan organik pada badan air tinggi ( Irianto, 2004).
Kandungan nitrit yang tinggi akan
menurunkan konsentrasi oksigen dalam air. Pengurangan oksigen dalam air pun tergantung pada banyaknya partikel
dalam air yang membutuhkan perombakan
oleh bakteri melalui proses oksidasi. Makin banyak partikel organik makin
banyak aktivitas bakteri perombak dan makin banyak oksigen yang di konsumsi
sehingga makin berkurang oksigen dalam air ( Lesmana, 2001).
2.2.2
PH
Organisme air yang dapat hidup dalam suatu perairan yang
mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai
basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi organisme air pada umumnya terdapat antara
7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun yang sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya
gangguan metabolisme dan respirasi ( Baur,1987 dalam Barus 2002).
Keasaman air atau pH air sangat berperan penting bagi
kehidupan ikan, pada umumnya pH yang sangat cocok untuk semua jenis ikan
berkisar antara 6,7 – 8,6. Namun begitu ada beberapa jenis ikanyang karena
lingkungan hidup aslinya di rawa – rawa, mempunyai ketahanan untuk tetap
bertahan hidup pada kisaran pH yang sangat rendah ataupun tinggi yaitu antara 4
– 9 ( Susanto,1991).
2.3
Sifat biologi
2.3.1 Flora
Tumbuhan air atau
hidrofolik ialah golongan yang mencakup semua tumbuhan yang hidup di air
Bersauh (berakar dalam lumpurr dan dasar air) atau tidak. Disamping tipe
mikroskopik yang mengapung bebas dan berenang-renang yang merupakan dasar utama
pembentukan kategori tersendiri yang di sebut plankton. Golongan hidrofolok
cenderung melintas memotong golongan lainnya dan dengan itu sering ditiadakan
dari spectrum biologi (Polunin, 1994).
Flora di suatu wilayah
yang biasanya dijelaskan dalam istilah biologi untuk menyertakan genus dan
spesies tanaman hidup, pilihan mereka tumbuh berkembang biak atau kebiasaan,
dan sambungan ke satu sama lain di lingkungan juga.
2.3.1 Fauna
Pada
perairan danau, hewan yang paling umum mendominasi danau adalah hewan dari
golongan hewan bertulang belakang (hewan vertebrata) yakni ikan. Ikan-ikan
tersebut berada pada setiap lapisan perairan baik pada zona litoral dan zona
limnetik. Hal ini di sebabkan oleh kemampuan gerak ikan. Biasanya ikan-ikan
bergerak bebas antar zona litoral dan limnetik, akan tetapi bagian besar
ikan-ikan meenghabiskan waktunya di derah litoral dan kebanyakan daei mereka
berkembang biak di daerah tersebut (Odum, 1996).
2.3.1 Produktifitas
primer
Besar
kecilnya produktivitas primer suatu perairan ditentukan oleh beberapafaktor antara lain besarnya cahaya, kedalaman dan
kekeruhan, disamping faktor lainseperti suhu, pH,
dan kadar CO2terlarut. Semakin dalam suatu perairan makakemampuan
menangkap intensitas cahaya semakin berkurang, hal ini menyebabkanperbedaan
tingkat produktivitas di tiap kedalaman
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu da Tempat
Praktikum
mata kuliah Limnologi tentang Oksigen Terlarut di perairan dilaksanakan pada
hari Kamis, tanggal 2 Desember 2010 dimulai pada pukul 13:30 Wita sampai
selesai. Bertempat di Laboratarium Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Tadulako, Palu.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada
praktikum limnologi tentang oksigen terlarut yaitu :
- Botol BOD 250 – 300 ml
- Labu Erlenmeyer 50 – 125 ml
- Gelas ukur 50 ml
- Pipet tetes dan pipet skala
- Karet penghisap
- Alat tulis menulis
Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
- Air sampel 50 ml
- Larutan MnSO4 (Mangano Sulfat)
- Larutan H2SO4 pekat (Alkali -
iodida)
- Larutan NaOH ( Natrium Hidroksida)
- Larutan Buffer Na2S2O3 ( Sodium Thiosulfat)
- Amylum dan aquades.
3.3 Prosedur
Kerja
Ø Untuk sampel yang terdapat organisme dan sampel yang
tidak terdapat organisme.
o
Mengambil air sampel dengan menggunakan gelas ukur dan
kemudian memasukannya ke dalam botol BOD hingga penuh tanpa terdapat gelembung
udara.
o
Menambahkan larutan MnSO4 sebanyak
1 ml dengan menggunakan pipet skala sampai mencapai dasar botol.
o
Menambahkan larutan NaOH sebanyak 1 ml, hingga terjadi
perubahan warna orange, kemudian menutup botol dengan hati-hati agar tidak
terjadi gelembung udara, dan kemudian membolak balik botol hingga terbentuk
endapan dan mendiamkannya beberapa menit hingga endapan menetap ke dasar botol
( + ½ volume botol).
o
Menambahkan H2SO4
pekat sebanyak 1 ml kemudian membolak balikkan kembali botol sampai semua endapan larut
kembali.
o
Memindahkan larutan dari botol BOD ke dalam Erlenmeyer
sebanyak 50 ml kemudian menetrasi
dengan larutan Sodium thiosulfate (Na2S2O3) hingga terjadi perubahan
warna dari kuning tua menjadi kuning muda, dan mencatat volume Na2S2O3
yang terpakai (p1).
o
Menambahkan beberapa tetesan amilum sampai larutan
berwarna biru tua.
o
Mentitrasi kembali larutan tersebut dengan menggunakan
larutan Na2S2O3 hingga
larutan menjadi warna bening. Dan menghitung kembali volume penetrasi yang
terpakai (p2).
3.4 Analisa
Data
Ø Kadar
Oksigen Terlarut dalam air di hitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
Mg/l O2
terlarut =
Dimana :1000 = ml per liter air
8 =
jumlah mg/l O2 setara 0.025 N Na2S2O3
V =
volume air sampel yang di titrasi
N =
Normalitas Na2S2O3 (0,025 N)
P =
volume titran ( Na2S2O3) yang di
gunakan.
4.1 Pembahasan
4.2.1 Perbandingan dengan Hasil
dengan Literatur
Hasil yang di dapatkan di
Laboratorium pada sampel yang terdapat organisme yaitu berkisar antara 16,2 –
40,2 mg/l. Sedangkan hasil yang di dapatkan pada sampel yang tidak terdapat
organisme yaitu berkisar antara 6 – 32,8 mg/l. Pada sampel yang terdapat
organisme mempunyai kadar oksigen yang lebih tinggi, karena terdapat aerator
yang berfungsi sebagai penyuplai oksigen dan juga di sebabkan oleh kesalahan
pengambilan sampel pada waktu praktikum. Namun semestinya pada sampel yang
tidak terdapat organismelah yang lebih tinggi kadar O2 terlarutnya,
karena di sampel yang terdapat organisme proses dekomposisi bahan organik dan
oksidasi bahan anorganik, juga tanaman air yang menggunakan oksigen terlarut
untuk proses fotosintesis sehingga dapat mengurangi kadar oksigen terlarut
dalam air hingga mencapai nol (anaerob).
Beberapa jenis ikan dapat
bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3-4 ppm akan tetapi nafsu
makannya rendah atau tidak sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi
terhambat. Ikan akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen
mencapai nol. Namun konsentasi minimum yang masih dapat di terima oleh sebagian
besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm ( Afrianto dan
Liviawaty,1992).
4.2.2 Sumber – sumber Oksigen di Perairan
Di dalam perairan kadar O2 sangat tergantung pada faktor fisika, kimia, dan
aktifitas biokimia yang terjadi di dalam suatu perairan. Ada dua metode yang
dapat digunakan untuk menganalisa kandungan O2 dalam perairan, yaitu metode ilmiah Winkler atau
iodometric serta modifikasinya, dan metode elektrometrik dengan menggunakan
membran elektoda. Metode iodometrik merupakan suatu prosedur titrimetrik
berdasarkan pada properti oksidasi O2 terlarut.
Sementara, prosedur membran elektroda didasarkan pada laju difusi molekul O2 yang melintasi suatu membran (Effendi, 2004).
4.2.3 Kadar
Oksigen yang Baik dan Kurang Baik bagi Organisme
Kebutuhan oksigen
untuk tiap jenis biota air berbeda-beda, tergantung dari jenisnya dan kemampuan
untuk mentolelir naik turunnya oksigen. Pada umumnya semua biota yang
dibudidayakan tidak mampu mentolelir perubahan oksigen yang mendadak. Kadar
oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter. Oksigen
terlarut dalam air 5-6 ppm di anggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembangbiak ikan,
plankton, dan tanaman air ( Effendi, 2003).
4.2.4 Dampak Kekurangan dan
Kelebihan O2 di Perairan
Menurut
Sitanggang dan Sarwono (2001), apabila O2 dalam air berkurang maka
akan mengganggu sistem pernapasan dan memperlambat proses metabolisme pada
tubuh ikan. Ikan membutuhkan O2 tergantung dari aktivitas, umur, dan
jenisnya.
Oksigen dalam air merupakan salah satu faktor yang harus
ada diperairan, sehingga ketersediaannya sangat di butuhkan oleh ikan yang
digunakan dalam aktivitas. Bila O2 kurang, aktivitas ikan akan
terhambat dan pertumbuhan ikan akan terhambat (Kordi, 2004).
4.2.5 Hubungan O2 dengan
suhu, pH, kesadahan, CO2 dan alkanitas
Tanaman air
dalam satu perairan hanya dapat tumbuh pada pH tertentu, tanaman air akan
melakukan fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen. Kadar oksigen yang
terlarut diperairan sangat bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, dan
turbulensi air. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan
musiman tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas
fotosintesis, respirasi, dan limbah yang
masuk ke badan air. Semakin tinggin suhu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain semakin
berkurang dengan meningkatnya salinitas. Pada siang hari CO2 dapat
berkurang karena digunakan untuk fotosintesis, sedangkan pada malam hari CO2
berlimpah karrena mikroorganisme melakukan dekomposisi yang menggunakan O2
dengan banyaknya CO2 dalam perairan dapat mempengaruhi nilai
alkanitas dan kesadahan (Effendi, 2003).
Suhu sangat
berpengaruh terhadap kadar oksigen, apabila suhu pada perairan meningkat maka
oksigen dalam air akan berkurang karena dengan meningkatnya suhu, maka
organisme banyak membutuhkan oksigen dalam menyesuaikan perubahan dalam air (
Lesmana, 2001).
4.2.6 Pada Saat kapan Oksigen Terlarut Tinggi atau Rendah di Perairan
Oksigen
dalam air dapat bertambah apabila proses difusi yang di bantu oleh angin dan
ombak dari atmosfer sangat besar dan hasil dari fotosintesis tumbuhan laut dan
fitoplankton. Sedangkan oksigen dapat berkurang karena suhu yang meningkat dan
pada malam hari yang tidak terjadi fotosintesis. Kekurangan oksigen dalam
perairan dapat juga di pengaruhi dari padatnya penebaran ikan dan banyaknya
plankton yang membutuhkan oksigen (Effendi,2003).
Kadar oksigen terlarut di perairan berada
pada kesetimbangan dengan kadar oksigen di atmosfir, transfer oksigen dari
udara ke perairan terjadi melalui proses difusi dan penghilangan oksigen dari
perairan ke udara akan terjadi jika kondisi jenuh belum tercapai. Kekurangan
dan kelebihan oksigen di perairan akan menjadikan kelarutan oksigen dari udara
ke dalam perairan tawar alami pada tekanan udara normal ( Boyd, dalam Effendi,2003).
4.2.7 Penanggulangan Kelebihan atau Kekurangan O2
Terlarut di Perairan
Suatu perairan yang memiliki
kelebihan ataupun kekurangan oksigen terlarut maka berakibat fatal organisme
yang ada di perairan. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan berlangsung terus
setiap hari karena dapat menghambat pertumbuhan dan bahkan mengakibatkan
kematian masal. Cara menceganya yaitu dengan memasang sistem aerasi untuk
memasukan O2 dengan
cepat serta pemupukan ( Kordi, 2004).
Apabila akuarium atau kolam budidaya mengalami
kekurangan oksigen terlarut yang di cirikan ikan berkumpul di permukaan air maka perlu di tambahkan dengan melalui difusi
oksigen, melalui proses fotosintesis yakni pada saat penyinaran sinar matahari
lebih lama dan penetrasi lebih dalam, serta melalui proses aearasi yaitu
memasukkan udara atau oksigen ke dalam air.
(Jangkaru,1999).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang di
lakukan mengenai oksigen terlarut maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu
:
1. O2 terlarut
dalam air 5-6 ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembangnya organisme dan kandungan
oksigannya rendah sekitar 2 ppm tetapi pertumbuhannya tidak optimal.
2. Kadar Oksigen terlarut yang kurang ataupun lebih di
dalam air dapat membahayakan organisme air yang di budidaya dan akhirnya
akan mengakibatkan kematian pada ikan.
3. Oksigen terlarut dalam air dapat berkurang di sebabkan
oleh banyaknya organisme “ ikan “ yang di tebar, banyaknya dekomposisi bahan
organik, oksidasi bahan anorganik, serta banyaknya tanaman air yang melakukan
fotosintesis.
4. Dari hasil
Laboratarium oksigen terlarut pada sampel yang terdapat organisme yaitu berkisar antara 16,2 – 40,2 mg/l dan
pada sampel yang tidak terdapat organisme yaitu berkisar antara 6 – 32,8 mg/l,
dalam hal ini kondisi tersebut tidak cocok untuk budidaya.
5.2 Saran
Agar mendapat hasil yang maksimal di perlukan kekompakan dalam satu
kelompok agar mendapat hasil yang memuaskan.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
perairan terdapat beberapa faktor-faktor pendukung yaitu biotik dan abiotik
yang saling berinteraksi satu sama lain. Perairan merupakan tempat dimana
makhluk hidup atau organisme melakukan proses kehidupannya dan sebagai tempat
yang sangat penting bagi organisme tersebut. Perairan yang baik untuk tempat
budidaya yaitu terdiri dari laut, sungai, rawa, dan danau (Bayard, 1983).
Karbondioksida
sangat penting dalam suatu perairan terutama bagi tumbuhan hijau baik tingkat
tinggi maupun jenis phytoplankton untuk proses fotosintesis untuk mendapatkan
energi bagi kelangsungan hidup mereka. Dengan proses fotosintesis yang
memanfaatkan karbondioksida, tumbuhan hijau dapat menghasilkan oksigen (O2)
yang penting bagi kehidupan organisme heterotrof diperairan (Gufran, 2000).
Walaupun
memiliki peran yang sangat penting, jumlah karbondioksida yang terikat dalam
perairan tidak boleh terlampau batas karena dapat menjadi unsur berancun dan
menyebabkan kematian bagi kelangsungan organisme air di luar dari tumbuhan
hijau.
Menurut
(Boyd, 1990) Kandungan karbondioksida dalam air biasanya merupakan fungsi dari
aktifitas biologi. Dimanapun laju respirasi melebihi laju fotosintesis,
Karbondioksida akan terakumulasi. Oleh karena itu badan air biasanya jenuh
dengan gas ini pada pagi hari sebelum
matahari terbit.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar
karbondioksida terlarut yang terdapat dalam suatu sampel yang terdapat
organisme dan sampel yang tidak terdapat organisme serta mengetahui
perbedaan CO2 terikat dan CO2 bebas.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengukur kadar
karbondioksida dengan menggunakan metode tetrimetik dan dapat mengetahui
perbedaan CO2 terikat dan CO2 bebas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat fisika air
2.1.1 Kecerahan
Kekeruhan air berbeda
dengan yang lain, karena langsung dapat dilihat oleh panca indera. Jika
keruhnya oleh plankton, hal itu sangat baik untuk nafsu makan namun jika
keruhnya karena lumpur yang terlalu tebal itu akan menggangu. Kandungan lumpur
yang terlalu pekat dalam air akan mengganggu penglihatan organisme sehingga
menjadi salah satu sebab kurangnya nafsu makan ( Susanto, 1991).
Kekeruhan air dapat
dianggap sebagai indikator kemampuan air dalam meloloskan cahaya yang jatuh
kebadan air, apakah cahaya tersebut kemudian disebarkan atau diserap oleh air.
Semakin kecil tingkat kekeruhan suatu perairan, semakin dalam cahaya dapat
masuk kedalam badan air, dan demikian semakin besar kesempatan bagi vegetasi
akuatis untuk melakukan proses fotosintesis (Asdak, 2007).
2.1.2 Suhu
Menurut Irianto (2005)
Organisme air memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan dengan kisaran
tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan
dan resistensi terhadap penyakit. Organisme air akan mengalami stres bila
terpapar pada suhu diluar kisaran yang dapat ditoleransi. Pada dasarnya suhu
rendah memungkinka air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah
menyebabkan stres pernapasan pada ikan berupa menurunnya laju pernapasan dan
denyut jantung.
2.2 Sifat kimia air
2.2.1 Karbondioksida terlarut
Karbondioksida
yang ada di udara maupun dalam
air digunakan untuk proses fotosintesis dan menghasilkan zat-zat organik. Semua
organisme yang tidak berfotosintesis terkecuali beberapa macam bakteri yang
hidup sendiri memperoleh zat arang (CO2) organik langsung ataupun tidak
langsung dari tanaman-tanaman. Semua organisme (kecuali bakteri-bakteri
anaerob) akan terus menerus mengeluarkan zat asam dan melepaskan CO2 ke dalam
lingkungan dengan pernafasan dan banyak pula CO2 dilepaskan dengan penguraian
dan pembakaran bahan-bahan organik (Bayard, 1983).
Karbondioksida
di perairan sangat dibutuhkan oleh tumbuhan baik mikro maupun yang berukuran
makro (tumbuhan tingkat tinggi) untuk proses fotosintesis. Walaupun memiliki
peranan yang penting dalam perairan untuk kelangsungan hidup organisme air,
namun kandungannya yang berlebihan dapat menggangu bahkan menjadi racun bagi
organisme di perairan (Kordi, 2004).
Ekosistem
air yang proses fotosintesisnya berjalan dengan cepat dan membutuhkan sejumlah
karbondioksida. Namun pemakaian CO2 dalam proses ini yang berlebihan, akan
menyebabkan CO2 berkurang bahkan hilang, sehingga tidak baik bagi pertumbuhan
organisme. Kadar CO2 bebas yang bisa ditolelir oleh ikan adalah lebih dari 5
mg/liter. Dapat pula sebesar 10 mg/liter asal diimbangi dengan kadar oksigennya
(Barus, 2002).
Karbondioksida
terbentuk dari hasil reaksi oksigen dengan berbagai bahan makanan.
Karbondioksida seperti oksigen juga bergabung dengan zat kimia di dalam darah
yng meningkatkan trasport karbondioksida 15-20 kali lipat (Susanto, 2000).
Karbondioksida
merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan untuk melakukan
fotosintesis. Gas ini berasal dari pembongkaran bahan-bahan organik oleh jasad
renik di dasar perairan. Oleh karena itu, karbodioksida memegang peran yang
sangat penting sebagai unsur makanan untuk semua tumbuh-tumbuhan hidup yang
mampu berasimulasi (Gufran, 2000).
3.3.2.2 PH
Air hujan pada umumnya
bersifat asam akibat kontak dengan karbondioksida dan senyawa sulfur alami di
udara. Sulfur dioksida, nitrogen oksida serta hasil emisi industri lainnya akan
lebih meningkatkan ke asaman air hujan. Adapun air murni bersifat netral (PH
7), pada kondisi demikian maka ion-ion penyusunnya (H+ dan OH) akan
terdisosiasi pada keadaan setimbang (Irianto, 2005).
pH air biasanya
dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman
atau kebasaan air yang dikaji, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada
proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses pembasaan.
Angka indeks yang umum digunakan mempunyai kisaran antara 0-14 dan merupakan
angka logaritmik negatif dari konsenterasi ion hidrogen didalam air (Asdak,
2007).
Pembatasan pH pula
dilakukan, karena pH akan mempengaruhi rasa, korrosivitas air dan efisiensi
chlorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksik dalam bentuk molekular,
dimana dissosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH (Suriawiria,
1996).
2.3
Sifat biologi air
2.3.1
Flora
Tumbuhan air atau
hidrofolik ialah golongan yang mencakup semua tumbuhan yang hidup di air
Bersauh (berakar dalam lumpurr dan dasar air) atau tidak. Disamping tipe
mikroskopik yang mengapung bebas dan berenang-renang yang merupakan dasar utama
pembentukan kategori tersendiri yang di sebut plankton. Golongan hidrofolok
cenderung melintas memotong golongan lainnya dan dengan itu sering ditiadakan
dari spectrum biologi (Polunin, 1994).
Flora di suatu wilayah
yang biasanya dijelaskan dalam istilah biologi untuk menyertakan genus dan
spesies tanaman hidup, pilihan mereka tumbuh berkembang biak atau kebiasaan,
dan sambungan ke satu sama lain di lingkungan juga.(http://ferrytaryono.wordpress.com/2009/08/06/pengertian-flora-fauna/).
2.3.2
Fauna
Pada perairan danau,
hewan yang paling umum mendominasi danau adalah hewan dari golongan hewan
bertulang belakang (hewan vertebrata) yakni ikan. Ikan-ikan tersebut berada
pada setiap lapisan perairan baik pada zona litoral dan zona limnetik. Hal ini
di sebabkan oleh kemampuan gerak ikan. Biasanya ikan-ikan bergerak bebas antar
zona litoral dan limnetik, akan tetapi bagian besar ikan-ikan meenghabiskan
waktunya di derah litoral dan kebanyakan daei mereka berkembang biak di daerah
tersebut (Odum, 1996).
Flora dapat merujuk
kepada sekelompok tanaman, sebuah penyelidikan dari kelompok tanaman, serta
bakteri. Flora adalah akar kata bunga, yang berarti menyangkut bunga. (http://ferrytaryono.wordpress.com/2009/08/06/pengertian-flora-fauna/).
2.3.3
Produktifitas primer
Dalam produktivitas primer terjadi
reduksi karbondioksida dengan atomhidrogen dari air untuk menghasilkan gula sederhana dan selanjutnya
membentukmolekul organik yang lebih kompleks dengan menggunakan energi matahari
yangditangkap klorofil (Halfer,
1992).Laju sintesis
bahan organik
dan perubahanproduktivitas primer
dapat dihitung dengan teknik pengukuran laju fotosintesis yangdidasarkan pada reaksi fotointesis. Produktivitas
primer dapat dilukiskan misalnyapada laju produksi oksigen, laju penggunaan CO2atau air maupun perubahankonsentrasi bahan organik yang
terbentuk ( Wetzel and Likens, 1991).
Produktivitas primer dari suatu
ekosistem didefinisikan sebagai jumlah energicahaya
yang diserap dan kemudian disimpan oleh organisme-organisme produsermelalui
kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu( Widianingsih, 2002).
Cahaya disimpan
dalam bentuk zat-zat organik yang dapatdigunakan sebagai bahan
makanan oleh organisme heterotrofik (Setyapermana, 1979)
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Mata Kuliah
Limnologi tentang Karbondioksida Terlarut dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 25 November 2010 yang dimulai pada pukul 13:30 Wita sampai selesai.
Bertempat di Laoratarium Perikanan. Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako,
Palu.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan
pada praktikumt ini adalah :
- Labu Erlenmeyer 50 - 250 ml
- Pipet tetes
- Pipet Skala
- Labu semprot
- Alat tulis menulis
Bahan-bahan yang digunakan
dalam praktikum ini adalah :
- Air sampel 50 ml
- Indikator PP (Phenolpthalein)
- Larutan Na2CO3
0,045 N
- Larutan H2SO4
0.02 N
- Akuades
3.3 Prosedur
Kerja
3.3.1 Karbondioksida Terikat
Presedur kerja karbondioksida terikat yaitu :
-
Memasukan 50 ml air sampel ke dalam labu Erlenmeyer
dengan perlahan-lahan, jangan sampai ada terdapat gelembung udara.
-
Menetesi air sampel tersebut dengan indikator PP dengan menggunakan
pipet tetes sebanyak 5 tetes (0.25 ml) dengan perlahan-lahan.
-
Jika terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Kemudian
mentitrasi lagi dengan larutan H2SO4 0,02 N dengan menggunakan pipet skala dan bola
penghisap.
-
Kemudian menghitung volume larutan H2SO4 yang
di gunakan.
3.3.2 Karbondioksida Bebas
Prosedur kerja karbondioksida bebas yaitu :
-
Memasukan 50 ml air sampel ke dalam labu Erlenmeyer dengan perlahan-lahan, jangan
sampai terdapat gelembung udara.
-
Menetesi air sampel tersebut dengan indikator PP dengan
menggunakan pipet tetes sebanyak 5 tetes (0,25 ml) dengan perlahan-lahan sambil
menggerakan labu Erlenmeyer,sampai larutan tersebut menjadi homogen, dan sampel
tersebut berwarna merah muda.
-
kemudian
mentitrasi lagi dengan larutan Na2CO3 0,045 N dengan menggunakan pipet skala dan bola penghisap,
hingga larutan tersebut kembali berwarna bening.
-
Lalu mencatat volume Na2CO
3 yang digunakan.
3.4 Analisa
Data
Karbondioksida Terikat
-
Titrasi
H2SO4 0,02 N
mg/l CO2 bebas =
Dimana 1000 = ml per liter air
0,5 =
jumlah mg/l CaCO3 setara 0,02 N H2SO4
V =
volume air sampel yang dititrasi
p = volume
titran (H2SO4) yang digunakan
Karbondioksida Bebas
mg/l CO2 bebas =
Dimana 1000 =
ml per liter air
0,5 = jumlah
mg/l CO2 setara 0,045 N N2CO3
V = volume air
sampel yang dititrasi
p = volume titran
(N2CO3) yang digunakan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Berdasarkan percobaan mengenai karbondioksida maka di
peroleh hasil sebagai berikut:
Histogram : Karbondioksida terikat pada sampel yang terdapat organisme dan tidak
terdapat organisme
4.2 Pembahasan
·
Sumber karbondioksida
Sumber CO2 di perairan dapat melalui proses
pembakaran bahan-bahan organik dalam proses pernapasan organisme-organisme
disuatu perairan. Karbon ini akan di ubah menjadi karbon organik melalui proses
fotosintesis
(Susanto,
2000).
·
Peranan karbondioksida dalam perairan
Meskipun peranan CO2 sangat besar bagi
kehidupan organisme air, namun kandungan CO2 bebas yang berlebihan sangat
mengganggu, bahkan merupakan racun langsung bagi ikan. Daya toleransi ikan
terhadap kandungan CO2 bebas dalam air bermacam-macam tergantung jenisnya,
tetapi pada umumnya bila lebih dari 15 ppm dapat memberikan pengaruh yang
merugikan bagi ikan (Irianto,
1989).
·
Akibat karbondioksida jika mengalami peningkatan atau
penurunan
Kosentrasi CO2 yang tinggi akan
menghalangi laju karbondioksida di suatu perairan. Oleh karena itu, gas ini
akan terakumulasi dalam darah dan menekan pH darah pada suatu organisme
sehingga menyebabkan efek yang merugikan. Kosentrasi karbondioksida yang tinggi
menekan pengangkutan hemoglobin darah terhadap oksigen. Konsentrasi
karbondioksida yang menginterferensi pengangkutan hemoglobin darah terhadap
oksigen. Hal ini mengakibatkan meningkatnya konsentrasi oksigen yang minimum
yang dapat di toleransi oleh ikan.Selanjutnya,saat konsentrasi oksigen dalam
perairan (kolam) rendah,maka konsentrasi karbondioksida akan tinggi (Irianto,2005).
·
Kadar karbondioksida yang baik untuk budidaya
Karbondioksida yang ada dalam air dan menghasilkan proses
pernapasan organisme dan penguraian bahan organik dalam perairan. Perairan yang
baik bagi budidaya perikanan mengandung CO2 bebas kurang dari 5
mg/l. Air yang di gunakan untuk budidaya ikan intensif, CO2 bebas
biasanya berfluktuasi dari 0 mg/l di sore
hari sam,pai 5 atau 10 mg/l pada pagi hari tanpa menampakan efek sakit pada
ikan (Boyd,1990).
·
Hubungan karbondioksida dengan parameter lain
Tingginya karbondioksida dalam perairan akan menyebabkan
oksigen terlarut dalam perairan menjadi menurun sehingga akan menyebabkan
kematian pada ikan,dan pH yang baik untuk peraiaran adalah standard pada kisaran
nilai pH 7-8, kesalahan dari ketidakaturan pengukuran pH akan meningkat dengan
meningkatnya nil;ai alkalinitas total (Cleseri et al.,1987)
·
Hubungan antara perubahan warna sampel pertama dengan warna sampel kedua
Perubahan
warna pada sampel yang pertama dan kedua sama, karena kedua sampel tersebut sama-sama mengandung karbondioksida
terikat walaupun sampel pertama tidak terdapat organisme dan
sampel kedua terdapat organism.
·
Penanggulangan
apabila
Karbondioksida kurang dan berlebihan diperairan
Penanggulangan
karbondioksida berlebihan dalam budidaya yaitu dengan cara melakukan sirkulasi
air yang lebih. Karena dapat membantu meningkatkan O2 dan mengurangi
CO2, sedangkan untuk perairan yang kekurangan CO2
dilakukan pemupukan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil
praktikum dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1.
CO2
yang terdapat di air tanpa organisme merupakan karbondioksida yang terikat
karena setelah sampel ditetesi oleh larutan H2SO4
sebanyak 5 tetes (0,25 ml) akan berubah warna menjadi merah muda. Dan CO2 yang terdapat di air yang ada organisme merupakan
karbondioksida terikat juga karena sampel yang ditetesi dengan indikator PP
sebanyak 5 tetes (0.25 ml) larutan tatap berwarna pink.
2.
Dari hasil yang di dapat di Laboratarium menunjukkan pH
air yang sangat tinggi sehingga tidak
cocok digunakan dalam budidaya ikan karena dapat menyebabkan kematian pada
ikan.
5.2 Saran
Agar mendapat hasil yang maksimal
dalam praktikum diharap kerja sama yang baik dalam satu kelompok dan membagi
tugasnya masing-masing sehingga praktikum dapat berjalan dengan cepat
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian
besar dari permukaan bumi kita tertutup oleh air. Air yang ada dipermukaan bumi
kita ini memiliki kegunaan masing-masing. Baik itu untukkonsumsi maupun untuk
budidaya, air mesti memenuhi syarat-syarat tertentu yang dinamakan tingkat
kualitas air.Kualitas air merupakan aspek yang sangat penting untuk
diperhatikan dan dijaga agar dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kita maupun
oleh generasi kita kedepan.
Dalam melakukan
pembudidayaan tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Tetapi terlebih dahulu
harus mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
pemeliharan atau pembudidayaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu air
itu sendiri karena air merupakan media hidup organisme akuatik. Kualitas air
ini sangat didahulukan sebelum melakukan pembudidayaan.
Berdasarkan
kenyataan tersebut serta mengingat bahwa saat ini kulitas air merupakan salah
satu masalah yang sangat krusial baik itu dikalangan
masyarakat pada umumnya maupun masyarakat perikanan pada khususnya, maka penting kiranya bagi kita untuk
mempelajari tentang kualitas itu sendiri dan menganalisa air tersebut agar pengaruh
yang ditimbulkan akibat penurunan tingkat kualitas itu sendiri dapat
diminimalisir. Salah satu jenis analisa air adalah analisa alkalinitas air
1.1 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum
Laboratorium mengenai alkalinitas air yaitu untuk mengetahui apa dan bagaimana
sebenarnya alkalinitas itu serta bagaimana cara perhitungannya.
Kegunaan praktikum
Laboratorium mengenai alakalinitas air yaitu untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa mengenai alkalinitas dan mengerti cara perhitungan alkalinitas
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat
fisika air
2.1.1 Kecerahan
Kecerahan adalah
parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada suatu
ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya
matahari yang jauh ke dalam perairan. Begitu juga sebaliknya
2.1.2 Suhu
Suhu air adalah
parameter fisika yang dipengaruhi oleh kecerahabn dan kedalaman. Air yang
dangkal dan daya tembus cahaya matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu
perairan
2.2 Sifat kimia air
2.2.1
Alkalinitas
2.2.1.1
Sumber alkalinitas
Alkalinitas
adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion carbonat
dan bicarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada perairan
tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa
juga diartikan sebagaikapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan
pH. Perairan.mengandungalkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut
relatif stabil terhadap perubahanasam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa
lebih stabil. Selain bergantung pada pH,alkalinitas juga dipengaruhi oleh
komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah
melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu
tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti
dengan nilaikesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi alkalinitas
juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai
alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan
dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh
organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi
atau kadar garam natrium yang tinggi.
(http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As)
Air dengan alkalinitas tinggi jarang dijumpai dalam
akuakultur, penggunaan kolam semen baru memang akan menyebabkan pH meningkat,
sehingga untuk pengoprasian kolam semen diperlukan tindakan pengisian air dan
pengurasan berulang-ulang sebelum kolam semen siap digunakan untuk budidaya.
Lanjut dikatakan bahwa pemberian kapur atau atau aliran air yang tidak baik
setelah pemberian kapur dapat berakibat alkalinitas air tinggi dan dapat
bersifat fatal terhadap ikan (http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As)
Alkali ialah zat yang
melepaskan ion hidroksil dalam air dan mempunyai pH lebih besar dari 7, antara
lain kapur (kalsium hidroksil) yang ditambahkan pada tanah untuk menetralkan
sifat asam yang berlebihan (Effendi,2003)
2.2.1.2 Manfaat
alkalinitas
Alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas
pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan
hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion
hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikan pH, Pertahanan
pH air terhadap perubahan dilakukan melalui alkalinitas dengan proses sbb:
CO2 + H2O <==> H2CO3 <==> H+ + HCO3- <==> CO3-- + 2H+
CO3 (karbonat) dalam mekanisme diatas melambangkan alkalinitas air. Sedangkan H(+) merupakan sumber kemasaman (http://www.o-fish.com/parameter_air.htm)
CO2 + H2O <==> H2CO3 <==> H+ + HCO3- <==> CO3-- + 2H+
CO3 (karbonat) dalam mekanisme diatas melambangkan alkalinitas air. Sedangkan H(+) merupakan sumber kemasaman (http://www.o-fish.com/parameter_air.htm)
Alkalinitas
biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Air
dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin,
sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau
tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan
ikan adalah dengan nilai alkalinitas di atas 20 ppm. Kapasitas pem-buffer-an
alam dilengkapi dengan mekanisme pertahanan sedemikian rupa sehingga dapat
bertahan terhadap berbagai perubahan, begitu juga dengan pH air. Mekanisme
pertahanan pH terhadap berbagai perubahan dikenal dengan istilah Kapasitas
pem-buffer-an pH (http://www.o-fish.com/parameter_air.htm)
Perairan yang
mengandung mineral karbonat, bikarbonat, borat, dan silikat akan mempunyai pH
diatas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara drastic. Pada
perairan tertutup, penambahan karbonat dari sel-sel kerang atau dolomite dapat
memperbaiki alkalinitas dan sistem buffer perairan itu. Penambahan sodium
bikarbdonat secara periodik juga akan menghasilkan hal yang sama
(http://www.scri/doc/72981207/Alkali-Nit-As).
Alkalinitas
diperlukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pHyang besar, selain itu juga merupakan sumber CO2untuk proses fotosintesisfitoplankton.Nilai alkalinitas akan menurun jika
aktifitas fotosintesis naik,sedangkan ketersediaan CO2
yang dibutuhkan untuk fotosintesis tidak
memadai.Sumber alkalinitas air tambak berasal dari proses difusi C2di udara ke
dalam air, proses dekomposisi atau
perombakan bahan organik oleh bakteri yangmenghasilkan CO2, juga secara
kimiawi dapat dilakukan dengan pengapuransecaramerata di seluruh dasar
tambak atau permukaan air .Jenis kapur yang biasadigunakan adalah CaCO3(kalsium karbonat), CaMg(CO3) 2(dolomit), CaO(kalsium
oksida), atau Ca(OH)2 (kalsium
hidroksida). Pada budidaya perairanalkalinitas
dinyatakan dalam mg CaCO3/liter
air (ppm). Kisaran optimumalkalinitas bagi pertumbuhan udang adalah
75-200 mg CaCO3/liter
http://www.scribd.com/doc/24943983/Laporan-Praktikum-Laboraturium-Lingkungan-2-Asidi-Alkalinitas
2.2.1.3 Kadar alkalinitas
Alkalinitas
adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion karbonat dan
bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada perairan tawar. Nilai
ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa juga
diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH.
Perairan.mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut
relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa
lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh
komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah
melebihi 500 mg/iter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang
terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya
diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi
( http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As)
Alkalinitas terdiri
dari ion-ion bikarbonat (HCO3-),karbonat
(CO3-) dan hidroksida (OH-) yang merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman
Alkalinitas
atau yang dikenal dengan total alkalinitas adalah konsentrasi total unsur
basa-basa yang terkandung dalam air dan biasannya dinyatakan dalam mg/l atau
setara dengan CaCO3. Ketersediaan ion basa bikarbonat (HCO3)
dan karbonat (CO32-) merupakan parameter total
alkalinitas dalam air tambak. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak
sebagai buffer (penyangga) pH. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk
ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan
pH menjadi netral.sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion karbonat akan
mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan melepaskan hidrogen oksida yang
bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral. Digambarkan dalam reaksi
berikut :
HCO3- H+ + CO3P2
CO32-
+
H2O HCO32-
+ OH-
Lanjut
dikatakan bahwa untuk tumbuh optimal, pklankton menghendaki total alkalinitas
sekitar 80-120 ppm. Tambak yang diberi pengapuran alkalinitasnya mencapai
150-300 ppm. konsentrasi total alkalinitas sangat erat hubungannya dengan
konsentrasi total kesadahan air. Di lahan, umumnya total alkalinitas mempunyai
konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total kesadahan. (Effendi,2003)
Kapasitas air menerima protein disebut alkalinitas.
Air yang alkali atau bersifat basa
sering mempunyai pH tinggi dan umumnya mengandung padatan terlarut yang tinggi.
Alkalinitas merupakan faktor kapasitas untuk menetralkan asam. Oleh karena
kadang-kasang penambahan alkalinitas lebih banyak dibutuhkan untuk mencegah
supaya air itu tidak menjadi asam (Effendi,2003)
2.2.1.4 Kekurangan Dan Kelebihan Alkalinitas
Apabila
jumlah kadar karbondioksida terlalu tinggi justru membahayakan biota
perairan. CO2 yang dapat di toleransi
oleh organisme perairan adalah 10 ppm.
Sedangkan kandungan CO2 yang melebihi 15 ppm akan sangat berbahaya. Kelebihan Karbondioksida dalam perairan dapat
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam perairan sehingga organism
budidaya akan mengalami kematian (http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As).
Alkalinitas
secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang
mampu menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas
sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas
pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap
tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga
ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikan pH. Alkalinitas biasanya dinyatakan
dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Air dengan
kandungankalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan
air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai
lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya
lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan
nilai alkalinitas diatas 20 ppm (http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As)
Penanggulangan apabila alkalinitas rendah perlu
diadakan pengapuran dengan menggunakan Ca(OH)2, pengapuran tersebut
dapat menaikkan alkalinitas sekaligus kenaikan pH. Sedangkan untuk
alkalinitasnya tinggi diberikan asam mineral yang akan menetralisir alklinitas
air,
(http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As)
Asam
mieral yang dimaksud yaitu sejenis asam yang diturunkan dari reaksi kimia mineral-mineral anorganik (berlawanan dengan asam organik). Asam ini memiliki atom hidrogen yang berikatan kovalen dengan anion, seperti misalnya sulfat atau klorida
(http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_mineral)
2.2.1.5 Hubungan alkalinitas dengan parameter lain
Tinggi
atau rendahnya alkalinitas dalam suatu perairan tidak lepas dari pengaruh
parameter lain seperti pH, atau kesadahan. Di mana semakin tinggi alkalinitas, maka
kedua parameter tersebut akan mengikuti. konsentrasi total alkalinitas sangat
erat hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. Umumnya total
alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total kesadahan.
Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral,
suhu, dan kekuatan ion. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai
buffer (penyangga) pH (Effendi,2003).
Alkalinitas relatif sama jumlahnya dengan
kesadahan dalam suatu perairan. Alkalinitas juga berpengaruh terhadap pH dalam
suatu perairan. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat
dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga keadaan pH menjadi
netral.sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami
hidrolis menjadi ion bikarbonat dan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat
basa, sehingga keadaan kembali netral. Perairan dengan nilai alkalinitas yang
terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya
diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi
(http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As)
2.3
Sifat biologi
2.3.1 Flora
Tumbuhan
air atau hidrofolik ialah golongan yang mencakup semua tumbuhan yang hidup di
air Bersauh (berakar dalam lumpurr dan dasar air) atau tidak. Disamping
tipe mikroskopik yang mengapung bebas dan berenang-renang yang merupakan dasar
utama pembentukan kategori tersendiri yang di sebut plankton. Golongan
hidrofolok cenderung melintas memotong golongan lainnya dan dengan itu sering
ditiadakan dari spectrum biologi (Polunin, 1994).
Flora
di suatu wilayah yang biasanya dijelaskan dalam istilah biologi untuk
menyertakan genus dan spesies tanaman hidup, pilihan mereka tumbuh berkembang
biak atau kebiasaan, dan sambungan ke satu sama lain di lingkungan juga.(http://ferrytaryono.wordpress.com/2009/08/06/pengertian-flora-fauna/).
2.3.1 Fauna
Pada perairan danau,
hewan yang paling umum mendominasi danau adalah hewan dari golongan hewan
bertulang belakang (hewan vertebrata) yakni ikan. Ikan-ikan tersebut berada
pada setiap lapisan perairan baik pada zona litoral dan zona limnetik. Hal ini
di sebabkan oleh kemampuan gerak ikan. Biasanya ikan-ikan bergerak bebas antar
zona litoral dan limnetik, akan tetapi bagian besar ikan-ikan meenghabiskan
waktunya di derah litoral dan kebanyakan daei mereka berkembang biak di daerah
tersebut (Odum, 1996).
2.3.1 Produktifitas primer
Produktivitas primer dari suatu
ekosistem didefinisikan sebagai jumlah energicahaya
yang diserap dan kemudian disimpan oleh organisme-organisme produsermelalui
kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu( Widianingsih, 2002).
Cahaya disimpan
dalam bentuk zat-zat organik yang dapatdigunakan sebagai bahan
makanan oleh organisme heterotrofik (Setyapermana, 1979)
III METODE PRAKTEK
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek mata kuliah Limnologi tentang Alkalinitas dilaksanakan pada hari
jum,at, tanggal 11 November 2011, pukul 01.30 WITA sampai selesai, bertempat di
Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.
3.2
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktek yaitu :
NO.
|
ALAT
|
FUNGSI
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Labu Erlenmeyer 50 – 125 ml
Gelas ukur 50 ml
Pipet tetes
Karet penghisap
Botol aquades
Termometer
pH meter
Alat tulis
|
Menyimpan larutan yang
dititrasi
Mengukur skala larutan
Mengambil sampel larutan
Untuk Mengisap Larutan
Untuk membersihkan
alat-alat praktikum
Untuk mengukur suhu
Mengukur pH dalam air
Untuk menulis hasil
praktikum
|
Bahan-bahan
yang digunakan dalam praktek yaitu :
- Indikator
Larutan PP,
- Indikator
Larutan MO (Metil Orange),
- Indikator
Larutan H2SO4.
_ Air sampel
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 Prosedur kerja alkalinitas
Prosedur kerja tentang pengukuran alkalinitas
adalah sebagai berikut :
1. Mengambil air sampel 100 ml dan memberikan 5 tetes
indikator PP. Jika tidak
berwarna, maka tidak ada PP alkalinitas. Menambahkan indikato MO
(Metil Orange). Langkah berikut, menitrasi dengan larutan H2SO4
hingga dari warna kuning sampai berubah menjadi warna orange.
Kemudian
menghitung larutan H2SO4 yang digunakan (M).
2.
Apabila berwarna, maka langsung
menitrasi dengan larutan H2SO4 sampai berwarna kuning.
Lalu menghitung larutan H2SO4 yang digunakan (P).
3.
Memasukkan indikator MO (metil Orange),
lalu menitrasi dengan larutan H2SO4 sampai warna orange.
Menghitung larutan H2SO4 yang digunakan (B).
3.3.2
Prosedur kerja suhu
1. Memasukan termometer
kedalam akuarium.
2. Mengaktifkan
termometer lalu memasukan kedalam akuarium.
3. Mencatat skala dalam
termometer.
3.3.3 Prosdur kerja
pH
1. Mengaktifkan
termometer.
2. Memasukan termometer
kedalam akuarium praktikum.
3. Melihat perubahan
skala thermometer yang dimasukan kedalam akuarium.
4. Mencatat hasil yang
didaptkan dari termometer tersebet, dan kemudian.
5. Menghitung termomete
3.4
Analisa Data
Perhitungan
:
PP alkalinity = mg/l CaCO3
PP alkalinity = mg/l CaCO3
Keterangan : P =
volume peniter (H2SO4 ml)
B = volume
peniter (H2SO4 ml)
N = normalitas
peniter (H2SO4 0,02 ml)
V = volume
air sampel
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan perhitungan alkalinitas pada
akarium A dan akuarium B maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Grafik 1. Kadar PP Alkalinitas.
Grafik
2. Total Alkalinitas.
4.2 Pembahasan
4.2.1
Perbandingan Alkalinitas Hasil Pengamatan dengan
Kadar Optimal
Pada percobaan alkalinitas yang di
lakukan di lakukanpada akuarim A dan akuarium B ternyata terjadi perbedaan
karena jumlah total alkalinitas yang di
dapat pada akuarium A yaitu 29,16 sendangkan total alkalinitas di akurium B yaitu
74. Alkalinitas optimal pda nilai 90-150 ppm. Alkalinitas rendah
diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm. Dan jenis kapur yang digunakan
disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat Ph air
tinggi, serta disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya (http://www.scribd.com/doc/24943983/Laporan-Praktikum-Laboraturium-Lingkungan-2-Asidi-Alkalinitas)
4.2.2 Perbandingan Alkalinitas Akuarium A dan B
Perbedaan kadar total alkalinitas
pada kedua akuarium tersebut yaitu terletak pada sumber air dan kapur yang
terbawa oleh air pada akuarium. Pada akuarium A lama kosong tanpa ada organisme
hidup di dalamnya, 2 hari berikut setelah pengisian air pada akuarium baru di masukkan organisme. Ukuran organisme
akuarium A lebih besar di bandingkan organisme akuarium B Tinggi rendahnya
kandungan alkalinitas dalam perairan dapat menyebabkan pertumbuhan organisme
akan terhambat. Perbandingan alkalinitas akuarium A dan akuarium B yaitu 1 : 2
dimana kadar total alkalinitas akuarium B lebih tinggi dari kadar total
alkalinitas akuarium B yaitu 74 sedangkan akuarium B hanya 29,16. pada akurium
B kadar total alkalinitas hampir optimal, sedangkan pada akuarium A kadar total
alkalinitas kurang optimal. Pada akuarium A organisme akuatik masih bisa hidup dan bertahan namun,
pertumbuhannya terhambat. Akuarium yang baik untuk proses pertumbuhan organisme
akuatik yaitu akuarium B dibandingkan akuarium A, dimana kadar total
alkalinitasnya hampir optimal yaitu 74. Tinggi atau rendahnya
alkalinitas dalam suatu perairan tidak lepas dari pengaruh parameter lain
seperti pH, atau kesadahan. Di mana semakin tinggi alkalinitas, maka kedua
parameter tersebut akan mengikuti. konsentrasi total alkalinitas sangat erat
hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. Umumnya total alkalinitas
mempunyai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total kesadahan. Selain
bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu,
dan kekuatan ion. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer
(penyangga) pH ((Effendi,2003)
4.2.3 Hubungan Alkalinitas dengan Parameter lain
Jumlah
pengukuran suhu
pada akuarium A dan akuarium B yaitu 26
derajat dan Ph berkisar 8,1-
8,8. Hubungan alkalinitas dengan pH yaitu apabila alkalinitas tinggi maka pH
juga tinggi, sesuai dengan hasil pengamatan yang di lakukan di laboratorium
yaitu pada akuarium A pH lebih rendah dibandingkan akuarium B dan alkalinitas
juga rendah,sebaliknya pada akuarium B pH lebih tinggi dan alkalinitas juga
tinggi. Alkalinitas
secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir
kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran
yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap
tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam
air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan
menaikan pH (http://www.scribd.com/doc/24943983/Laporan-Praktikum-Laboraturium-Lingkungan-2-Asidi-Alkalinitas)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai
alkalinitas maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1 Air pada
akuarium A ikanya lebih besar dari akuarim B sehingga dalam praktikum mendapatkan hasil yang berbeda
karena disebabkan juga oleh suhu dan pH.
2. Di dalam akuarium A airnya masih bagus dan belum
terkontaminasi dengan bakteri-bakteri.
3. Ketersediaan ion basa bikarbonat (HCO3) dan
karbonat (CO32-) merupakan parameter total alkalinitas.
Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) pH.
Dimana reaksi keduanya dapat menetralkan pH.
5.2 Saran
Kedisiplinan dan
kerjasama dalam pelaksanaan praktikum perlu ditingkatkan, sehingga pelaksanaan
praktikum lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawi, S., 1986. Pemeliharaan Ikan di Dalam
Keramba. PT. Gramedia; Jakarta
Barus T. A.
2002. Pengantar Limnologi.
USU-Press. Medan
Boyd, C.E., 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture.
Birmingham publishing Co. Birmingham, Albama.
Efendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber
Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius;
Yogyakarta.
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi ikan. Rineka Cipta; Jakarta.
Hendra, 1988. Membuat
dan Membudidayakan Ikan dalam Kantong Jaring. CV.Simplex, Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/72981207/Alkali-Nit-As
Irawan, A., 2004. Menanggulangi Hama dan Penyakit Ikan. Aneka; Solo.
Irianto, A., 2004. Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada
University Press; Yogyakarta.
Jangkaru.
Z, 1999. Memelihara Ikan di Kolam Tadah
Hujan. Penebar Swadaya; Jakarta.
Kordi, 2004. Pakan Udang Windu (Paneus Monodon). Kanisius; Yogyakarta.
---------,
2004. Penanggulang Hama dan Penyakit
Ikan.
Bina Adiaksara, Jakarta.
Lesmana, D.S., 2001. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar.
Penebar Swadaya; Jakarta.
Sastrawijaya,
2000. Pencemaran Lingkungan.
Rineka Cipta, Jakarta.
Setiapermana, D. 1979.Produktivitas
Primer dan Beberapa Cara Pengukurannya
. Oseana.Lembaga LON LIPI, Jakarta
Sitanggang, M & Sarwono, B.,
2001. Budidaya Gurami. Penebar
Swadaya; Jakarta.
Summawidjaya, K., 1978. Dasar-Dasar Limatologi. IPB; Bogor.
Susanto, 1987. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya; Jakarta.
Susanto, 1990. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Soeyasa, 2001.
Ekologi perairan departemen kelautan dan perikanan dirjen pendidikan menengah
atas, jakarta.
Widianingsih, N. 2002.
Produktivitas Primer Fitoplankton Tambak
Udang (Penalis monodon)di Desa Ayah Kabupaten Kebumen
. Skripsi Fakultas Biologi, Purwokert
Zonneveld, N., Husiman, E.A., dan Boon,
J.H., 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
TABEL HASIL PERHITUNGAN OKSIGEN
TERLARUT
Kelompok
|
Sampel
|
Volume Sampel (ml)
|
Volume Peniter (ml)
|
Oksigen
Terlarut (mg/l)
|
||
Sebelum
|
Sesudah
|
Total
|
||||
1
2
3
4
|
1A
1B
2A
2B
3A
3B
4A
4B
|
50
50
50
50
50
50
50
50
|
1
1,5
1,35
0,1
2,82
0,5
3,8
0,7
|
3,3
1,5
2,7
8,1
4,9
1
6,4
1,5
|
4,3
2,65
4,05
8,2
7,72
1,5
10,2
2,2
|
17,2
10,6
16,2
32,8
30,88
6
40,8
8,8
|
Perhitungan
Oksigen Terlarut pada Sampel yang Terdapat Organisme
Kelompok 1
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1= 1 ml, p2=
3,3 ml
Mg/l
Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
17,2 mg/l
Kelompok 2
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1= 1,35 ml,
p2= 2,7 ml
Mg/l Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
16,2 mg/l
Kelompok 3
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1= 2,82 ml,
p2= 4,9 ml
Mg/l Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
30,88 mg/l
Kelompok 4
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1= 3,8
ml, p2= 6,4 ml
Mg/l Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
40,8 mg/l
Perhitungan
Oksigen Terlarut pada Sampel yang tidak
Terdapat Organisme
Kelompok 1
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1=
1,15 ml, p2= 1,5 ml
Mg/l Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
10,6 mg/l
Kelompok 2
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1= 0,1 ml, p2= 8,1 ml
Mg/l Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
32,8 mg/l
Kelompok 3
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1= 0,5 ml, p2= 1 ml
Mg/l Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
6 mg/l
Kelompok 4
Diketahui : v = 50 ml, N=0,025 N, p1= 0,7 ml, p2= 1,5 ml
Mg/l Oksigen Terlarut =
= (p1 + p2)
=
20
=
8,8 mg/l.
LAMPIRAN
Tabel 1. Karbondioksida terlarut
Nama Kelompok
|
Volume sampel
|
Peniter
H2SO4 NaCO3
|
CO2
Terikat Bebas
|
|||
1.
|
I
|
50
|
1,3
|
1,06
|
13
|
10,6
|
2.
|
II
|
50
|
3
|
0,8
|
30
|
8
|
3.
|
III
|
50
|
2,5
|
0,25
|
25
|
25
|
4.
|
Iv
|
50
|
2,5
|
2,8
|
25
|
28
|
KLP 1
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 1,3
V = 50 ml
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
1,3 x 0,5
50
= 20 x 1,3 x 0,5
= 13 mg/l CaCO3
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 1,06
V = 50 ml
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
1.06 x 0,5
50
= 20 x 1,06 x 0,5
= 10,6 mg/l CaCO3
KLP 2
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 3
V = 50 ml
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
3 x 0,5
50
= 20 x 3 x 0,5
= 30 mg/l CaCO3
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 0,8
V = 50 ml
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
0.8 x 0,5
50
= 20 x 0,8 x 0,5
= 8 mg/l CaCO3
KLP 3
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 1,7
V = 50 ml
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
1,7 x 0,5
50
= 20 x 1,7 x 0,5
= 8,5 mg/l CaCO3
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 0,25
V = 50 ml
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
0,25 x 0,5
50
= 20 x 0,25 x 0,5
= 2,5 mg/l CaCO3
KLP IV
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 2,5
V = 50 ml
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
2,5 x 0,5
50
= 20 x 2,5
x 0,5
= 25 mg/l CaCO3
Dik. 1000 = ml per liter air
0,5 =
jmlh mg/l CO2
p = 2,8
mg/l CO2 Bebas =
1000 x p
x 0,5
v
= 1000 x
2,8 x 0,5
50
= 20 x 2,8 x 0,5
= 28 mg/l CaCO3
LAMPIRAN
TABEL HASIL PERHITUNGAN ALKALINITAS
No.
|
Kelompok
|
P
|
B
|
M
|
PP Alkali
|
Total Alkali
|
Suhu
|
pH
|
1.
|
2A
|
0,7
|
0,9
|
1,3
|
14
|
26
|
26
|
8,1
|
2.
|
3A
|
0,95
|
0,7
|
3,65
|
9,5
|
36,5
|
26
|
8,5
|
3.
|
6A
|
0,7
|
0,55
|
1,25
|
14
|
25
|
26
|
8,4
|
12,5
|
29,16
|
26
|
8,33
|
Kelompok
: 2A
Dik. V
= 100 ml
P = 0,7 ml
N = 0,9 ml
Peny.
= 16
mg/l CaCO3
Kelompok
: 3A
Dik. V
= 100 ml
P = 0,95 ml
N = 2,7 ml
Peny.
=
37 mg/l CaCO3
Kelompok
: 6A
Dik. V
= 100 ml
P = 0,7 ml
N = 0,55 ml
Peny.
= 13
mg/l CaC
LAMPIRAN
TABEL HASIL PERHITUNGAN ALKALINITAS
No.
|
Kelompok
|
P
|
B
|
M
|
PP Alkali
|
Total Alkali
|
Suhu
|
pH
|
1.
|
1B
|
1
|
5
|
6
|
10
|
60
|
26
|
8,8
|
2.
|
4B
|
7,3
|
0,9
|
8,2
|
41,1
|
82
|
26
|
8,8
|
3.
|
5B
|
5
|
3
|
8
|
50
|
80
|
26
|
8,6
|
23,7
|
74
|
26
|
8,73
|
Kelompok
: 1B
Dik. V
= 100 ml
P = 1 ml
N = 5 ml
Peny.
=
60 mg/l CaCO
Kelompok
: 4B
Dik. V
= 100 ml
P = 7,3 ml
N =0,9 ml
Peny.
=
82 mg/l CaCO3
Kelompok
: 5B
Dik. V
= 100 ml
P = 5 ml
N = 3 ml
Peny.
=
80 mg/l CaCO
0 komentar